Wednesday, September 12, 2012

KonSep HIndu





anak.jpg          Anak merupakan anugerah. Dalam pandangan Agama Hindu, seorang anak merupakan pewaris sekaligus penyelamat bagi orang tua dan para leluhur. Begitu pentingnya peran dan kedudukan seorang anak, maka setiap keluarga tentu mengharapkan lahirnyaseorang anak yang suputra, seorang anak yang berwatak dan berkarakter baik, berbakti kepada orang tua dan leluhur serta taat kepada ajaran agama. Watak dan karakter seorang anak sesungguhnya dapat dibentuk melalui pendidikan. Ibarat kertas putih bersih, maka seperti itulah perumpamaan bagi seorang anak yang baru lahir. warna, corak dan karakternya tergantung dari goresan pendidikan yang diberikan dalam hal ini pendidikan oleh orang tua dan lingkungan.
           
          Dalam konsep Hindu, mendidik seorang anak dimulai semenjak dalam kandungan. Hal ini termuat dalam lontar Semara Reka dan Angastya Prana. Untuk dapat mendidik anak agar menjadi seorang yang suputra, maka terlebih dahulu orang tualah yang harus merubah dirinya menjadi orang tua yang baik. Karena itu dianjurkan dalam satra agar seorang ibu mengandung setelah melalui proses upacara perkawinan. Disamping menghindari pengaruh beban psikis jika hamil sebelum melangsungkan upacara perkawinan, setelah melalui upacara perkawinan maka sanghyang kama ratih dalam diri orang tua telah disucikan sebelum bertemu dan menjadi benih.  Hal ini sangatlah penting karena ibarat menanam benih maka benih dan ladang harus dibersihkan dan disucikan terlebih dahulu untuk mendapat hasil yang baik.

           Mendidik anak semasih di dalam kandungan atau yang diistilahkan prenatal, dimulai dari pembenahan pola fikir dan sikap kedua orang tua. Saat mengandung maka kedua orang tua sesungguhnya sedang beryoga untuk mampu mengekang dan menghindari segala sesuatu yang tidak baik agar tidak berpengaruh pada janin. Wanita hamil diharuskan untuk terhindar dari perasaan yang kuat, misalnya marah, sedih, terlalu bergembira, terlebih lagi sampai bertengkar saat hamil karena perasaan tersebut akan mempengaruhi perkembangan dan karakteristik si bayi.

           Masa - masa ngidam bagi wanita hamil merupakan sebuah ujian bagi para calon ayah. Banyak para calon ayah yang sering tidak memperhatikan istri hamil yang sedang dalam masa ngidam, dan itu merupakan salah satu pendidikan yang salah. Karena sesungguhnya saat itu si calon bayi sedang menguji keteguhan sang calon ayah untuk membuktikan bahwa dia adalah seorang yang pantas dan bertanggung jawab untuk dijadikan orang tua. Jika sampai ada calon ayah yang mengabaikan istri pada saat hamil, maka akan lahir seorang anak yang berani kepada orang tua, hal ini seperti termuat dalam lontar Semara Reka dan Angastya Prana. 

           Masa kehamilan adalah masa yang penting untuk mendidik si calon bayi. Maka dari itu tidak diperbolehkan memarahi wanita hamil, menipu, atau bahkan mengagetkan wanita hamil. Seperti termuat dalam tatwa cerita tentang Ida Bhatara Dewi Uma yang pada waktu beliau hamil sempat dikagetkan olah gajah sehingga saat melahirkan maka lahirlah putera beliau sang ganesha yang berkepala gajah. Cerita ini sesungguhnya menjelaskan kepada kita bahwa seberapapun beratnya kondisi, rasa emosi dan perasaan yang tidak baik lainnya, maka semua itu harus dikendalikan karena seperti yang pedanda jelaskan di atas, masa kehamilan adalah masa beryoga bagi kedua orangtua.

           Setelah pendidikan dalam kandungan, maka ada pendidikan setelah bayi lahir atau yang diistilahkanpascanatal. Dalam konsep ajaran Hindu, seorang anak yang baru lahir hingga berusia enam tahun tak ubahnya seperti seorang dewa, maka perlakukanlah dia seperti seorang dewa. Tidak diperbolehkan melakukan kekerasan terhadap anak usia tersebut baik itu berupa kekerasan kata - kata maupun fisik. Pendidikan seorang anak dalam fase seperti dewa telah diterapkan oleh para leluhur kita sejak lampau, oleh karena itu jika kita lihat implementasinya di masyarakat, misalnya tidak ada akan ada orang yang marah jika ada anak kecil mempermaikan kepala kakeknya, atau anak kecil yang bermain di atas bantal tempat tidur.

           Ketika si anak sudah menginjak usia enam sampai dua belas tahun maka seorang anak tidak ubahnya seperti seorang raja, dia sudah mulai meminta ini dan itu. Sebisa mungkin orang tua harus menuruti, tentunya dalam batas batas yang wajar. Jika anak agak nakal maka harus dinasehati dengan sabar dan dengan kasih sayang seperti menasihati seorang raja, karena dalam masa ini seorang anak sedang mengembangkan kemampuan otaknya sehingga memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi.

           Saat anak sudah berusia dua belas tahun hingga tuju belas tahun maka seorang anak harus mulai diajarkan disiplin. Seorang anak harus mulai diberi tugas dan tanggung jawab. Ajari anak untuk melakukan tugasnya dengan bertanggung jawab. Misalnya diberi tugas menyapu, mengepel, mebanten dan sebagainya. Dalam masa ini orang tua harus bisa menerapkan ajaran Catur Naya Sandhi yaitu sama, beda, dhana dan danda. Kapan orang tua harus berposisi sama dan sejajar dengan anak (sama), kapan harus memposisikan diri berbeda dengan anak yaitu sebagai seorang guru dan pendidik sekaligus pengawas (beda), kapan saatnya orang tua harus memberikan hadiah kepada anak sebagai motivasi bagi si anak (dhana) dan kapan saatnya kita memberikan hukuman kepada anak (danda). Harus dipahami saat – saat yang tepat untuk menjalankan fungsi di atas.

           Setelah anak berusia diatas tuju belas tahun, maka orang tua harus bisa memposisikan diri sebagai seorang sahabat bagi anak – anaknya. Saat dewasa seorang anak sudah mulai mengikuti kata hatinya, sehingga orang tua harus mampu memahami kondisi tersebut. Dengan bersikap seperti sahabat bagi si anak, maka akan ada keterbukaan antara orang tua dan anak sehingga orang tua akan lebih mudah mengontrol dan menasehati si anak. Sudah tidak tepat lagi dalam usia tersebut untuk memarahi dan mengekang anak seperti memarahi anak kecil. Hal tersebut justru akan membuat anak semakin jauh dan tertutup dengan orang tua. 


          Ada perasaan kagum terhadap pulau kecil yang bernama Bali ini. Sebuah tempat yang sedemikian memikatnya sehingga jutaan orang dari mancanegara rela mengeluarkan banyak uang untuk bisa datang ke tempat ini. Kehidupan masyarakat Bali secera ekonomi jika dibandingkan dengan 20 tahun lalu sangatlah jauh berkembang. Jutaan dolar telah mengalir membasahi tanah Bali dan memberi penghidupan yang sangat baik kepada sebagian besar masyarakat Bali. Tak dapat dipungkiri memang bahwa pariwisata telah menjadi tumpuan hidup masyarakat
         
          Jika kita mau berfikir sejenak, kenapa Bali bisa seperti sekarang ini? Kenapa pulau Bali yang kecil ini bisa sedemikian terkenalnya? Semua itu tidak lain karena jasa para leluhur kita yang telah mampu menjaga dan memelihara ke–Hinduanya dan ke Balianya. Alam yang indah, adat dan tradisi yang unik, seni budaya yang memukau dan kultur masyarakat yang ramah merupakan bentukan para leluhur kita melalui konsep – konsep yang bernafaskan Hindu dan Bali.
          Namun setelah Bali menjadi terkenal seperti sekarang ini, setelah taraf kehidupan ekonomi masyarakat Bali meningkat, justru yang terjadi adalah orang Bali yang terbuai dan hanyut dalam gelimangan materi. Mereka lupa akan jati dirinya sebagai orang Bali, mereka lupa akan asal darimana semua ini bermula. Contoh kecil saja, sekarang ini banyak sekali para ibu – ibu yang sudah mengikuti gaya busana model barat. Dalam tradisi dan keyakinan masyarakat Bali, jika ada orang yang ngaben maka tempat pembakaran (petulangan) atau lembu dibersihkan dahulu dengan ujung rambut. Namun apa jadinya jika sekarang para ibu – ibu lebih suka berambut buntut? Tradisi unik ini teramcam punah. Contoh yang lain adalah seni etika berbusana, dalam budaya bali ada yang disebut dengan pusuk lukluk, pusung tagel, pusung tegeh juga sudah mulai punah. Disinilah letak permasalahannya. Kita tidak sadar bahwa pondasi – pondasi  yang menunjang mencuatnya nama bali ke dunia internasional telah kita rusak dan musnahkan sendiri.  
          Contoh lain adalah sekarang ini masyarakat bali seolah olah sudah anti dengan bahasa ibu yaitu bahasa Bali dan juga tulisan serta sastra Bali. Sehingga anak - anak sekarang sangat sedikit yang bisa berbahasa Bali, apalagi tulisan Bali. Namun ironisnya para orang tua justru bangga dengan hal tersebut. Jika seorang anak berbicara seperti ini “ pa, adik minta uangnya pa, mau belanja?” maka orang tuanya akan bangga, seolah olah derajat hidup mereka telah meningkat dengan gaya bahasa tadi. Sebaliknya jika ada anak yang bicara “Nang, tyang ngidih pis anggo meblanja” justru dianggap kampungan. Padahal kaliamat “Nang, tyang ngidih pis anggo meblanja” itulah yang merupakan pondasi Bali sehingga pipis itu ada untuk dibelanjakan. Dan masih banyak contoh lagi yang menunjukkan bahwa orang bali telah mengalami degradasi moral dan kepribadian sebagai orang Bali.
          Dengan latar belakang itulah, pedanda ingin kembali mengingatkan kita semua, pedanda ingin mengetuk hati masyarakat Bali agar kembali ingat akan jati diri kita. Kembali ingat sumber dari segala kehidupan ekonomi ini berasal. Jangan sampai warisan yang adiluhung ini hilang begitu saja karena kebodohan kita semua.  Pedanda ingin mengajak semua lapisan masyarakat Bali untuk bangga menjadi orang Hindu dan Bangga menjadi orang Bali
Kenapa harus bangga menjadi orang Hindu?
          Hindu adalah agama Weda, dan Weda adalah sebuah wahyu, bukan produk budaya manusia. Ciri Weda adalah wahyu salah satunya adalah Weda itu mampu mengayomi, mengangkat dan  memaknai budaya lokal. Wahyu adalah sesuatu yang bisa diterapkan dimana saja dan bisa meresap dan menjalin satu kesatuan dengan budaya, geografis dan masyarakat lokal. Jadi bukan satu budaya untuk kepentingan pelaksanaan Agama itu. Merupakan anggapan yang sangat keliru jika misalnya dikatakan bahwa budaya Bali harus digunakan untuk pelaksanaan Agama Hindu di Indonesia. Agama Hindu bisa dilaksanakan dengan budaya Jawa, Kalimantan, Papua atau budaya mana saja. Walaupun dilaksanakan dengan budaya yang berbeda namun intinya tetap mengacu pada ajaran Weda. Disitulah letak keindahan Hindu. Hal lain adalah agama Hindu sangat menghargai umat manusia dan tidak mengintervensi atau mempengaruhi orang untuk masuk ke agama Hindu. Hal berikutnya yang membuat pedanda bangga adalah Agama Hindu adalah agama yang mampu mengantarkan bangsa Indonesia untuk memasuki jaman sejarah. Buktinya adalah adanya Tujuh Yupa di kerajaan Kutai yang menjadi bukti sejarah bahwa pada masa itu bangsa Indonesia telah meninggalkan jaman pra-sejarah dengan mulai dikenalnya huruf. Agama Hindu juga pernah mengantarkan bangsa Indonesia kejaman keemasanya dengan berkibarnya Majapahit hingga ke wilayah Malaka. Itu adalah contoh kecil dari berjuta – juta hal mulia dan indah tentang Hindu yang pedanda jumpai di dalam Weda, sehingga pedanda sangat bangga menjadi orang Hindu
Kenapa harus bangga jadi orang Bali?
          Bangga karena pulau yang kecil ini begitu luar biasa. Bangga karena pulau bali mempunya potensi yang sangat berlimpah. Bali memiliki bahasa sendiri, tulisan sendiri, budaya sendiri, kesenian yang kaya, sistem pemerintan tersendiri dari tingkat subak, banjar, desa pakraman hingga ke tingkat provinsi, aparat pemerintahan sendiri, dan itu sudah ada sejak beratus – ratus tahun yang lalu. Dan semua itulah yang membuat Bali menjadi terkenal seperti sekarang ini.
          Bercermin dari keadaan sekarang ini, arah pembangunan masrayakat bali baik pembangunan secara fisk, mental dan spiritual sudah kian jauh melenceng. Jika dulu ada himbauan dari gubernur agar semua bangunan mempunyai cirri khas bangunan Bali sudah sangat banyak di langgar. Yang ada justru pembangunan fisik Bali sudah tidak mencerminkan Bali itu sendiri. Jika kita baru keluar dari bandara Ngurah Rai atau baru turun dari pelabuhan gilimanuk, maka kita akan merasa bahwa kita tidak berada di Bali. Bali telah mulai kehilangan muka di tanah sendiri.
          Orang Hindu harus bangga menjadi orang Hindu, jangan menjadi umat Hindu hanya sekedar tulisan di KTP. Orang Bali harus bangga menjadi orang bali, dengan cara mempertahankan budaya adat istiadat dan tanah Bali itu sendiri. Bangga menjadi orang Hindu tidak cukup sekedar hafal mantram Tri Sandhya, tapi bagaimana kita mewujud nyatakan ajaran Hindu dalam kehidupan sehari – hari. Walaupun kita hidup di jaman modern, tapi hendaknya kita tidak hanyut dan kehilangan jati diri. Sadarilah darimanana semua kehidupan masyarakat ini berasal. Mungkin kita bisa bercermin kepada negeri Jepang. Walaupun mereka Negara maju tapi masih sangat menghormati budaya lokal, seperti kaisar dan sumo. Dengan ini pedanda ingin menyentuh hati masyarakat Bali untuk tetap berjuang dan berusaha manjaga dan melestarikan jati diri kita, karena inilah kebanggan kita. Manusia dan bangsa yang utama adalah merekan yang memiliki jati diri
          Pedanda juga sangat berharap agar orang Bali bangga menjadi orang Bali, orang jawa bangga menjadi orang Jawa, orang papua bangga menjadi orang papua dan semua daerah di Indonesia juga bangga telah memiliki Budaya mereka sendiri. Budaya - budaya itulah yang merupakan budaya nusantara yang sungguh adiluhung dan utama. Tidak perlu kiranya kita mambawa budaya – budaya luar untuk dipaksakan di Nusantara ini.

No comments:

Post a Comment